Palestina
adalah bumi jihad, dan anak-anak Palestina yang saat ini dipaksa hidup
menderita sesungguhnya tengah digodok untuk menjadi pejuang-pejuang.
Dalam
artikelnya The Battle of Nabi Saleh:
Soldiers vs. Kids, wartawan Yahudi-Amerika Max Blumenthal yang sudah lama meliput
kekerasan dan kezaliman Zionis Israel atas warga Palestina menggambarkan betapa
kini anak-anak Palestina sudah semakin ‘nekad’ dan berani menghadapi para
serdadu penjajah itu. Berikut cerita itu:
“Ketika
tentara-tentara Israel memasuki desa Palestina, Nabi Saleh, yang sudah pernah
diserangnya pada 2 Juli, mereka segera dikepung oleh selusin lebih anak
kecil.
Pasukan
Israel mungkin memang sudah terbiasa menembakkan gas airmata, granat suara (percussion grenades), peluru timah bersalut
karet dan bahkan peluru hidup kaliber .22 ke arah pemuda-pemuda remaja, tetapi
anggota pasukan infanteri unit Nahal and Kfir yang ditugasi menumpas unjuk rasa
mingguan di Nabi Saleh benar-benar frustrasi karena bocah-bocah cilik yang
mengepung dan mengejek mereka.
Pada
satu ketika bahkan komandan divisi pasukan Israel menjadi sangat kesal sehingga
berteriak ke radio panggilnya, “Butuh bantuan!”
Pemandangan
anak-anak berusia tujuh tahun berhadapan dengan para serdadu bersenjata lengkap
yang jelas tampak kebingungan adalah salah satu sudut pandang paling jelas
tentang betapa dinamika kekuasaan yang sangat tidak berimbang di dalam konflik
Israel-Palestina.
Pemandangan
ini juga menunjukkan kenyataan hidup yang harus dihadapi anak-anak di Kawasan
Terjajah. Mereka harus bermain bola di antara barisan-barisan serdadu yang
tengah menembakkan peluru-peluru maut ke arah tetangga mereka yang hanya
berjarak beberapa meter dari mereka.
Setiap
hari, hidup bagi mereka adalah perlawanan.
Mengapa
anak-anak ikut-ikutan berunjuk rasa? Ambil contoh kasus Ni’lin, sebuah desa
Palestina yang sudah sekian lama berjuang melawan pembangunan tembok pemisah di
tanah-tanah milik mereka. Angkatan bersenjata Israel menangkap dan menahan tiga
orang pimpinan mereka di penjara Ofer.
Ketiga
orang itu ditangkap tanpa dakwaan apa pun dalam sebuah serbuan tengah malam,
disiksa secara psikologis oleh badan intelijen Israel Shabak, tanpa kepastian
berapa lama mereka akan ditahan.
“Sekarang
semua orang terlalu takut untuk memprotes,” kata Said Amireh, seorang pemuda
Ni’lin berusia 20-an. “Saya bisa jadi ikut berbagai unjuk rasa karena saya
masih lajang. Tapi mereka yang sudah punya istri dan anak, parah sekali kalau
harus masuk penjara.”
Amireh
baru saja dilepas sesudah ditahan selama empat bulan di penjara Ofer, yang
menurutnya “sangat ngeri.” Sampai sekarang dia tetap tak tahu apa sebenarnya
kesalahannya. “Omong kosong saja semua ini. Bukan saya yang melakukan kekerasan
(tapi mereka).”
Dalam
salah satu demonstrasi hari Jumat di Nabi Saleh, terdengar perintah dari radio
para tentara itu untuk memotret anak-anak lelaki yang besar (baca: di atas 10
tahun) yang ikut serta di dalamnya.
Foto-foto
ini dipakai untuk melakukan penyerbuan malam hari – ketika para serdadu
mendatangi desa di tengah kegelapan, mendobrak masuk rumah-rumah warga,
meringkus dan menyeret anak-anak dan remaja-remaja putra dari tempat tidur
mereka.
Menurut
Lymor Goldstein, pengacara yang beberapa kali mewakili warga Ni’lin yang
ditahan karena mengikuti demonstrasi damai anti-tembok itu, anak-anak muda yang
ditangkap itu langsung disiksa secara psikologis oleh Shabak. Mereka ditahan di
tempat yang gelap gulita, diberi makan tak tentu waktu, diancam, dan
diinterogasi begitu mereka tampak ketakutan dan kebingungan.
“Mereka
(Shabak) tidak harus memukuli anak-anak itu,” kata Goldstein. “Siksaan
psikologis itu begitu keras sehingga hampir tak ada yang bisa bertahan.”
(Goldstein
mengaku kesulitan mengingat nama-nama warga Palestina itu karena sebuah peluru
karet yang menembus tengkoraknya dalam suatu protes di desa Bil’in tahun 2006,
menyebabkan kerusakan pada penglihatan dan ingatannya.)
Karena
para lelaki desa justru paling mudah ditangkap dan dipenjarakan dan remaja-remaja
putra justru dijadikan target segala macam kekerasan dari angkatan bersenjata
Israel, maka bocah-bocah cilik Nabi Saleh-lah yang lalu memimpin demonstrasi
dan ini sudah terjadi paling tidak tiga kali.
Sementara
para serdadu secara umum lebih menahan diri terhadap anak-anak, Shabak justru
pernah menginterogasi anak-anak yang bahkan baru berusia tujuh tahun.
“Itu
kekeliruan,” begitu komentar Shabak terhadap peristiwa interogasi bocah-bocah
cilik itu. Namun (wartawan) Nora Barrows-Friedman melaporkan bulan Maret lalu
bahwa seorang anak berumur 10 tahun dipukuli habis-habisan oleh tentara-tentara
Israel dalam suatu penyerangan malam hari di rumahnya, sebelum kemudian ditahan
selama 10 jam di sebuah pemukiman (ilegal Yahudi) di dekat rumahnya.
Di Nabi
Saleh, seorang anak dilukai sampai parah oleh pasukan Israel bulan Maret
lalu.
Apa
sebenarnya urusan para serdadu Israel itu di Nabi Saleh? Desa itu sudah
dikepung oleh para tetangganya, para pemukim (ilegal Yahudi) Israel yang
“religious nationalist” di pemukiman Halamish sejak Halamish dibangun tahun
1977 di atas tanah milik warga Nabi Saleh.
Belakangan
ini, para pemukim (ilegal Yahudi) merampas sebuah mata air segar yang sudah
menjadi milik warga Nabi Saleh sejak desa itu dibangun pada abad 19.
Pada
Desember 2009, para pemukim membongkari ratusan pohon zaitun desa itu dalam
rangka merampas kembali tanah-tanah desa Nabi Saleh yang sesudah dikembalikan
ke pemilikannya kepada warga, oleh sebuah pengadilan Israel.
Sejak
itu, para petani desa Nabi Saleh harus merasakan serangan demi serangan oleh
para pemukim (ilegal Yahudi) sehingga tak bisa menggarap tanah mereka. Pasukan
bersenjata Israel jelas-jelas berpihak kepada (pemukim) Halamish, dengan cara
menekan berbagai unjuk rasa desa dengan kekerasan berlebihan, sementara hampir
tak melakukan apa pun untuk mencegah para pemukim (ilegal Yahudi) melakukan
kekerasan.
Akan
tetapi, bila kita cermati semangat para pengunjuk rasa cilik Nabi Saleh, kita
akan yakin bahwa angkatan bersenjata (Israel) masih harus berusaha lama sebelum
berhasil menundukkan para warga desa itu.”
Pejuang Cilik:
Bocah-bocah desa Nabi Saleh bergerak mendekati tentara Israel dalam unjuk rasa
damai mereka. Foto: Max Blumenthal
0 komentar:
Posting Komentar