Kamis, 24 Januari 2013

ORANG YAHUDI MERUPAKAN MUSUH PALING BESAR ORANG BERIMAN

Posted by Unknown | 19.43 Categories:



بسم الله الرحمن الرحيم

      Oleh: K.H. Drs. Yakhsyallah Mansur, M.A.

Firman Allah:

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا الْيَهُوْدَ وَالّذِيْنَ أَشْرَكُوْا وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا الَّذِيْنَ قَالُوْا إِنَّا نَصَرَى ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيْسِيْنَ وَرُهْبَانًا وَإِنَّهُمْ لاَ يَسْتَكْبِرُوْنَ/  الْمَائِدَة :82.

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling besar permusuhannya terhadap orang-orang beriman ialah orang Yahudi dan orang Musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan di antara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib dan sesungguhnya mereka tidak sombong.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 82).

Pada ayat ini, Allah menginformasikan kepada orang beriman tentang musuh-musuh besar mereka yang akan selalu menyengsarakan dan berusaha menghancurkan mereka, yaitu orang Yahudi dan orang Musyrik. Pada tulisan ini hanya akan membicarakan permusuhan orang Yahudi saja.

Yang dimaksud orang Yahudi adalah  orang yang mengikuti agama bangsa Ibrani yang dikenal dengan sebutan asbath (dua belas keturunan Nabi Ya’kub ‘Alaihis Salam dari Bani Israel). 

Para ulama berbeda pendapat tentang penamaaan atau sebutan Yahudi.
Pertama, ada yang mengatakan bahwa kata Yahudi dihubungkan dengan Yahudza, putra tertua Nabi Ya’kub ‘Alaihis Salam.

Kedua, kata Yahudi terambil dari kata هاد, yang berarti kembali (bertaubat). Kaum ini dinamakan Yahudi karena mereka bertaubat dari kesalahannya menyembah anak sapi dari emas.

Ketiga, ada yang mengatakan bahwa penamaan Yahudi dihubungkan  dengan gerakan-gerakan anggota badan mereka – terutama dari badan hingga kepala diangguk-anggukkan – tatkala membaca kitab sucinya (Pluralisme Agama, Muhammad Amin Suma, 2004).

Dari ketiga pendapat ini, penulis cenderung kepada pendapat pertama.

Allah menggambarkan permusuhan orang Yahudi terhadap orang beriman atau orang Islam dalam banyak ayat Al-Qur’an, antara lain:

وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِى صَدُوْرُهُمْ أَكْبَرُ.../ أل عِمْرَان : 118

“Mereka (orang Yahudi) menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat...” (Q.S. Ali Imran [3]: 118).

Dalam sebuah hadits disebutkan:

مَاخَلاَ يَهُوْدِيٌّ بِمُسْلِمٍ قَطُّ إِلَّا هَمَّ بِقَتْلِهِ / رواه إبن مردويه
      
“Tidaklah sekali-kali orang Yahudi bertemu dengan orang Islam di tempat yang sunyi, pasti dia ingin membunuhnya.” (H.R. Ibnu Mardawaih).

Bukti nyata kejahatan Zionis Yahudi

Hal ini yang kita saksikan akhir-akhir ini. Bagaimana Zionis Yahudi dengan sangat brutal membombardir penduduk Gaza dan memblokade mereka selama bertahun-tahun sehingga kehidupan mereka bagaikan di sebuah penjara raksasa dengan berbagai penderitaan yang tak dapat dibayangkan oleh manusia beradab dewasa ini.

Bangsa Yahudi bukan hanya memusuhi umat Islam dan bangsa Palestina, tetapi mereka memusuhi semua manusia bahkan Tuhan dan malaikat.

Allah berfirman:

مَنْ كَانَ عَدُوًّ لِلهِ وَمَلَئِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيْلَ وَمِيْكَلَ فَإِنَّ اللهَ عَدُوٌّ لِّلْكَافِرِيْنَ / البقرة: 98.

“Barang siapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 98).

Dalam memusuhi Allah, orang Yahudi telah menuduh Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak. Misalnya Allah lelah sehingga harus istirahat di hari Sabtu, Allah menyesal telah menciptakan Nabi Adam ‘Alaihis Salam, Allah itu miskin dan sebagainya. Tuduhan mereka bahwa Allah itu miskin telah diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an:

لَقَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّذِيْنَ قاَلُوْا إِنَّ اللهَ فَقِيْرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَآءُ .../ ال عمران: 181.

“Sungguh Alah telah mendengar orang-orang (Yahudi) yang mengatakan,”Sesungguhnya Allah itu miskin dan kami kaya”.” (Q.S. Ali Imran [3]: 181).

Terhadap manusia non-Yahudi mereka menganggapnya sebagai binatang. Dalam kitab Talmud disebutkan, “Kaum Yahudi menjadi bernajis apabila dia menyentuh kuburan non-Yahudi karena mereka binatang bukan manusia.”

Setiap pagi orang Yahudi selalu berdo’a dengan mengucapkan syukur karena Tuhan tidak melahirkan mereka sebagai “goyyim” (non-Yahudi). Dan setiap hari sebanyak tiga kali mereka berdo’a agar Tuhan mengutuk pemimpin-pemimpin agama non-Yahudi (Tarikh al-Yahud, Muhammad Said Mursi, 2000).

Permusuhan orang-orang Yahudi juga terjadi di kalangan mereka sendiri, demi kepentingan masing-masing, sebagaimana firman Allah:

وَأَلْقَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.../ المائدة: 64.

“Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka (orang Yahudi) sampai hari kiamat.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 64).

Hal ini terbukti dengan apa yang dikatakan Emmanuel Rabinovich, pendeta tertinggi Yahudi dalam Sidang Darurat Pendeta Yahudi Eropa (12/1/1952), “Untuk mencapai tujuan akhir, bisa saja kita memerlukan cara yang menyedihkan, seperti pernah kita lakukan pada masa Hitler yaitu kita sendiri mengatur terjadinya peristiwa penindasan terhadap sebagian bangsa kita sendiri. Dengan kata lain kita akan menumbalkan sebagian putra bangsa kita sendiri pada suatu peristiwa yang akan kita atur dari belakang layar.”

Untuk menghadapi permusuhan orang Yahudi dan mampu mengalahkan mereka, Allah mensyariatkan umat Islam hidup berjama’ah di bawah seorang Imam.

Allah berfirman:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا... ال عمران: 103.

“Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah kalian berpecah-belah.....” (Q.S. Ali Imran [3]: 103).

Menurut Ibnu Ishaq dan Abu Syaikh dari Zaid bin Aslam, ayat turun karena tokoh Yahudi yang bernama Syas bin Qais lewat di hadapan suku Aus dan suku Khazraj yang sedang bercakap-cakap dengan riang gembira. Syas bin Qais  tidak senang melihat kerukunan mereka, padahal sebelum masuk Islam, kedua suku penduduk asli kota Madinah ini selalu bermusuh-musuhan.

Ia kemudian memerintahkan pemuda anak buahnya untuk menghasut kedua suku tersebut agar mereka kembali bermusuh-musuh. Hasutan pemuda ini berhasil dan hampir saja terjadi pertumpahan darah lagi antara kedua suku tersebut.

Hal ini didengar oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kemudian beliau mendatangi dan menyadarkan mereka. Usaha beliau berhasil dan akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terhasut dan terpedaya oleh musuh. Semuanya menyesal, kemudian melemparkan senjatanya dan saling berpelukan sambil bertangisan.

Berkenaan dengan peristiwa ini, Allah menurunkan wahyu (Q.S. Ali Imran [3]: 100-105) dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membacakannya di hadapan mereka dengan suara keras. Mereka semuanya diam memperhatikan bacaan tersebut.

Mengomentari peristiwa ini, Jabir bin Abdullah, salah seorang sahabat yang menyaksikan peristiwa ini berkata, “Demi Allah, saya belum pernah menyaksikan suatu hari yang permulaannya sangat buruk  dan akhirnya sangat baik selain hari itu.” (Asbabun Nuzul, Abdul Fattah al-Qadli, 1408 H).

Wallahu a’lam bishawab.

Mi’raj News Agency (MINA)

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube